Begini Tanggapan Kadis Pendidikan Kab. Malang Terkait Dugaan Pungli Denda di SDN 1 Klampok

Begini Tanggapan Kadis Pendidikan Kab. Malang Terkait Dugaan Pungli Denda di SDN 1 Klampok

 


Skandalpost.com, Kab. Malang - Usai diberitakan melalui media ini yang berjudul "Orangtua Murid SDN 1 Klampok Kecamatan Singosari Keluhkan Denda Tidak Piket", Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan Kabupaten Malang Dr. Drs. Suwadji, S.Ip, M.Si langsung menanggapi keluhan tersebut.

"Ini hasil saya konfirmasi ke jajaran bawah, jadi prinsip jangan diikuti dan jangan dipenuhi denda tersebut," tegas Suwadji kepada awak media ini, Selasa (8/8/2023).

Menurutnya, kami adakan pembinaan ke jajaran agar betul-betul memperhatikan etika, norma dan regulasi yang berlaku.

"Dan saya juga mohon masukan untuk perbaikan ke depan," ujarnya.

Namun sayangnya, dalam surat pernyataan salah seorang guru kelas yang telah beredar, tertulis bahwa belum terealisasi.

Sosialisasi kesepakatan pemberian denda kepada murid yang tidak melaksanakan piket melalui paguyuban kelas.

Menanggapi pernyataan tersebut, orangtua murid yang enggan namanya dimunculkan mengatakan, kalau belum terealisasi tentunya tidak ada cerita.

Baca Juga : Orangtua Murid SDN 1 Klampok Kecamatan Singosari Keluhkan Denda Tidak Piket | https://www.skandalpost.com/2023/08/orangtua-murid-sdn-1-klampok-kecamatan.html

"Jika seseorang sudah mengeluh pasti sudah ada kejadian, lihat saja tag yang sudah ditandai di no telephone sekolah tersebut," ucapnya.

Sejatinya paguyuban wali murid atau siswa di sekolah adalah upaya merekatkan para orang tua siswa untuk berpartisipasi dalam kemajuan pendidikan. Bersama mengawasi perkembangan dan kemajuan pendidikan anak dan juga sebagai pengawas eksternal untuk mencegah potensi maladministrasi di sekolah.

"Para pengelola atau pengurus utama Paguyuban biasanya para orangtua yang memiliki kemampuan finansial yang cukup, pejabat/tokoh, serta punya pengaruh komunikasi dengan sekolah, bahkan beberapa adalah kerabat atau teman dekat kepala/guru di sekolah," imbuhnya.

Demi kemajuan anak-anak mereka serta dorongan sekolah untuk partisipasi pendidikan, para orangtua melalui pengurus paguyuban berinisiasi mengelola sumbangan. Sekali lagi niat awal untuk membantu sekolah.

Akhirnya dibuat suatu grup antar mereka (biasanya per kelas/per angkatan), disebarkan bahwa diperlukan biaya sumbangan sebesar sekian dengan batas waktu dan jumlah yang telah di tetapkan serta di kumpulkan ke salah satu orang pengurus. Lagi-lagi dalilnya demi membantu sekolah.

"Faktanya ada sebagian besar orangtua dari kalangan kurang mampu, tapi mereka hanya bisa diam atau hanya bisa pasrah. Padahal hati mereka menolak, tidak ikhlas. Namun karena unsur psikologis dan beban mental yang tak bisa di ungkapkan akhirnya orangtua yang kurang mampu ini setuju walau sebenarnya sangat berat," tandasnya. (Sufyan)

1 Komentar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama